Me & My Wifes

Me & My Wifes
In Church

Jessica & My Mom

Foto saya
Freddy Nababan No.19

Kamis, 10 April 2008

Problem Solver

Menjadi Seorang Problem Solver yang Profesional oleh Vincent Gasperz
(anggota IPOMS)



Oleh: Prof. Dr. Vincent Gaspersz, Certified Fellow in Production and
Inventory Management (CFPIM) and Six Sigma Black Belt.
Guru Besar di Trisakti dan konsultan di berbagai perusahaan.


Dalam setiap bidang kehidupan, kita harus menjadi seorang problem
solver yang profesional. Namun dalam kenyataan tidak banyak orang
yang berhasil, malahan mereka menjadi frustrasi dan kemudian
menyalahkan lingkungan atau faktor-faktor di luar pengendalian
(uncontrollable causes), yang pada akhirnya berakibat pada Stress
(lulus S1), lalu meningkat menjadi Stroke (lulus S2) dan pada
akhirnya mengakibatkan Stop—kematian (lulus S3), dari Universitas
Kehidupan!

Penulis selalu menggunakan pendekatan yang terdiri dari tiga langkah
untuk menyelesaikan masalah, dan dalam praktek terbukti ampuh! Dengan
demikian konsep problem solving ini bukan teori belaka, tetapi telah
terbukti keberhasilannya. Jika konsep ini diterapkan dan tidak
berhasil, maka kesalahan bukan pada konsep ini tetapi karena
ketidakprofesionalan semata dari orang yang menerapkan konsep ini.

Ketiga langkah tersebut adalah: (1) mengidentifikasi masalah secara
tepat, (2) menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah itu, dan
(3) mengajukan solusi masalah secara efektif dan efisien.

Langkah Pertama: Mengidentifikasi Masalah Secara Tepat

Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai
kesenjangan atau gap antara kinerja aktual (A) dan target kinerja (T)
yang diharapkan, sehingga secara simbolik dapat dituliskan persamaan:
M = T – A. Berdasarkan konsep ini, maka seorang problem solver yang
profesional harus terlebih dahulu mampu mengetahui berapa atau pada
tingkat mana kinerja aktual (A) pada saat ini, dan berapa atau pada
tingkat mana target kinerja (T) itu akan dicapai dan kapan harus
mencapai target kinerja (T) itu? Pada tahap awal ini, kita harus
mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah utama (M Besar) kita,
kemudian menetapkan pada tingkat mana kinerja aktual (A) kita pada
saat sekarang, dan juga menetapkan target kinerja (T) dan kapan waktu
pencapaian target kinerja (T) itu?

Langkah Kedua: Menemukan Sumber dan Akar Penyebab dari Masalah

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila kita berhasil
menemukan sumber-sumber dan akar-akar penyebab dari masalah itu,
kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab
itu.

Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, maka kita
perlu memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat,
yaitu:

1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada
pada titik yang sama dalam ruang dan waktu.

2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam
bentuk: (a) penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes)
dan (b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable
causes). Penyebab yang dapat dikendalikan berarti penyebab itu berada
dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang kita sehingga dapat diambil
tindakan (actionable) untuk menghilangkan penyebab itu. Sebaliknya
penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar pengendalian
kita. Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar kontrol
kita) terdiri dari paling sedikit dua penyebab, yaitu: (b1)
penyebab yang dapat diperkirakan (predictable causes) sehingga
memungkinkan kita untuk mengantisipasi dan mencegahnya, dan (b2)
penyebab yang tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi
atau pengetahuan tentang kejadian itu sebelumnya.

Hal yang paling penting agar mampu mencapai solusi masalah yang
efektif dan efisien adalah memahami prinsip ke-2 dari hukum sebab-
akibat di atas, yaitu bahwa setiap akibat memiliki paling sedikit dua
penyebab dalam bentuk (a) penyebab yang dapat dikendalikan
(controllable causes) dan (b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan
(uncontrollable causes). Untuk setiap penyebab yang tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable causes) akan terdapat lagi dua kategori
penyebab, yaitu: (b1) penyebab yang dapat diprediksi (predictable
causes) dan (b2) penyebab yang tidak dapat diprediksi sebelum
kejadian (unpredictable causes).

Prinsip ke-2 dalam hukum sebab-akibat di atas, mengajarkan
kepada kita bahwa setiap kali kita bertanya "Mengapa (Why)?", kita
seharusnya menemukan paling sedikit dua jenis penyebab di atas,
yaitu: (a) penyebab yang dapat dikendalikan, dan (b) penyebab yang
tidak dapat dikendalikan, selanjutnya untuk setiap penyebab yang
tidak dapat dikendalikan kita seharusnya mampu mengidentifikasi
apakah penyebab yang tidak dapat dikendalikan itu adalah (b1) dapat
diperkirakan atau diprediksi sebelum kejadian, dan (b2) tidak dapat
diprediksi atau diperkirakan sebelum kejadian.

Selanjutnya apabila kita mengumpulkan jawaban dari penyebab yang
dapat dikendalikan dan jawaban dari penyebab yang tidak dapat
dikendalikan namun dapat diperkirakan, maka dua tindakan solusi
masalah berikut dapat diambil, yaitu: (1) menghilangkan akar penyebab
yang dapat dikendalikan, dan (2) mengantisipasi melalui tindakan
pencegahan terhadap penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun
dapat diperkirakan itu.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui
bertanya "Mengapa" beberapa kali itu dimasukkan ke dalam diagram
sebab-akibat yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab
berdasarkan prinsip 7M, yaitu:

1. Manpower (tenaga kerja): berkaitan dengan kekurangan dalam
pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam
keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan,
stress, ketidakpedulian, dll.

2. Machines (mesin-mesin) dan peralatan: berkaitan dengan tidak
ada sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi,
termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan
spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu
panas, dll

3. Methods (metode kerja): berkaitan dengan tidak ada prosedur
dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak
terstandardisasi, tidak cocok, dll.

4. Materials (bahan baku dan bahan penolong): berkaitan dengan
ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong
yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan
baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang
efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.

5. Media: berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak
memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan
kerja, dan lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu
penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.

6. Motivation (motivasi): berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja
yang benar dan profesional (tidak kreatif, bersikap reaktif, tidak
mampu bekerjasama dalam tim, dll), yang dalam hal ini disebabkan
oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga
kerja.

7. Money (keuangan): berkaitan dengan ketiadaan dukungan
finasial (keuangan) yang mantap guna memperlancar peningkatan proses
menuju target kinerja yang telah ditetapkan itu.

Langkah Ketiga: Solusi Masalah Secara Efektif dan Efisien

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat menyusun langkah-langkah
solusi masalah yang efektif dan efisien, yaitu:

1. Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut:

Apa (What): Apa yang menjadi Akibat Utama (Primary Effect) dari
masalah itu?
Bilamana (When): Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau
sepanjang waktu?
Di mana (Where): Di mana masalah itu terjadi, lokasi dalam sistem,
fasilitas, atau komponen?
Mengapa (Why): Mengapa Anda serius memperhatikan masalah ini,
berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu?

2. Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi untuk
mengidentifikasi: (a) akar penyebab dari masalah itu, dan (b)
penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat
diperkirakan.

3. Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram
sebab-akibat yang mengkategorikan berdasarkan prinsip 7M (Manpower
tenaga kerja, Machines—mesin-mesin, Methods—metode kerja,
Materials—
bahan baku dan bahan penolong, Motivation—motivasi,
Media—lingkungan
dan waktu kerja, dan Money—dukungan finansial yang diberikan),
sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat
diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat itu secara
tersendiri.

4. Mengidentifikasi tindakan atau solusi yang efektif melalui
memperhatikan dan mempertimbangkan: (a) pencegahan terulang atau
muncul kembali penyebab-penyebab itu, (b) tindakan yang diambil harus
berada di bawah pengendalian kita, dan (c) memenuhi tujuan dan target
kinerja yang ditetapkan.

5. Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau
tindakan-tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan atau
peningkatan kinerja seyogianya didaftarkan ke dalam rencana tindakan
(action plans) yang memuat secara jelas setiap tindakan perbaikan
atau peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H (What—apa tindakan
peningkatan yang diajukan?, When—bilamana tindakan peningkatan itu
akan mulai diterapkan?, Where—di mana tindakan peningkatan itu akan
diterapkan?, Who—siapa yang akan bertanggungjawab terhadap
implementasi dari tindakan peningkatan itu?, Why—mengapa tindakan
peningkatan itu yang diprioritaskan untuk diterapkan?, How—bagaimana
langkah-langkah dalam penerapan tindakan peningkatan itu?, How Much—
berapa besar manfaat yang akan diterima dari implementasi tindakan
peningkatan itu dan berapa pula biaya yang harus dikeluarkan untuk
membiayai implementasi dari tindakan peningkatan itu).

Silakan mencoba konsep ini dalam praktek kerja Anda, jika masih GAGAL
agar menghubungi saya untuk berdiskusi, di mana letak kegagalan itu?

Perusahaan Modal Ventura (bag.2)

Bisa dilihat, bahwa kemitraan dengan sistem modal ventura ini banyak menguntungkan bagi pihak pengusaha kecil. Diantaranya, kecuali pada sistem pinjaman, pengusaha kecil dibantu permodalannya yang apabila karena suatu sebab terjadi kerugian, maka kerugian itu ditanggung bersama. Pada sistem pinjaman pun, pengusaha masih diuntungkan mengingat disini tidak diperlukan adanya barang agunan, apakah itu berupa tanah, bangunan, kendaraan dan lain sebagainya.

Menurut pengamatan saya, yang berani mendirikan Perusahaan Modal Ventura di Indonesia kebanyakan adalah perusahaan-perusaha an besar berskala nasional, dan konglomerat disamping pemerintah sendiri. Hal ini bisa dimengerti bahwa bisnis modal ventura merupakan bisnis berisiko besar, sedangkan prospek keuntungannya berjangka panjang. Hanya pihak-pihak yang mampu, berkepentingan dengan masa depan pengusaha kecil serta mempunyai rasa idealisme tinggi sajalah yang bisa membentuk PMV secara ideal.

Mungkin karena hal-hal itu pula kelihatannya PMV lebih suka mengambil PPU nya yang sudah berbentuk PT, atau kalau belum, sesaat menjelang diadakannya kerjasama, perusahaan kecil yang bersangkutan akan di-PT-kan lebih dahulu. Sebab, menurut salah seorang personil PMV, segala hal yang menyangkut dengan prosedur dan pertanggung- jawaban, lebih mudah dan lebih jelas pada bentuk Perseroan Terbatas.

Dulu, sebelum keluarnya peraturan pemerintah, banyak orang mengkhawatirkan akan ekses yang bisa terjadi dari sepak terjangnya sebuah perusahaan modal ventura. Ada yang menganggap PMV hanyalah bentuk lain dari perpanjangan tangan perusahaan-perusaha an besar yang siap mencaplok perusahaan kecil yang sedang berkembang dan berprospek cemerlang. Sebab, jika PMV memasok dana dalam jumlah besar sebagai saham, maka otomatis kendali perusahaan akan berpindah kepadanya. Hampir tidak ada bedanya dengan apa yang disebut akuisisi.

Akan tetapi sekarang, hal seperti di atas tidak bisa lagi terjadi, karena pemerintah telah waspada. Telah ada peraturan yang membatasi bahwa kemitraan modal ventura hanya dapat diselenggarakan selama-lamanya 10 tahun, dengan maksimal dana yang dipasok sebagai saham sebesar-besarnya 49%. Dengan kondisi seperti itu, pengusaha kecil dapat berharap bahwa kemitraannya dengan PMV betul-betul datang dari niat yang tulus demi kepentingan bersama dan ia bisa bekerja dengan tenang bahu-membahu bersama mitranya tersebut menyongsong masa depan yang lebih cerah.

Barangkali, satu-satunya biaya yang perlu dikeluarkan nantinya bila pengusaha kecil sudah mendapat persetujuan PMV sebagai PPU, adalah biaya pendanaan (funding fee) dan biaya administrasi (administration fee) sebesar 3% per tahun dari total dana bantuan yang diperolehnya.

Kejenuhan dalam Perkawinan

Jawablah dengan jujur, apakah terkadang tidak timbul rasa capek dan
kejenuhan dalam perkawinan Anda ?

Berapa banyak keluarga yang diluarnya kelihatan harmonis, tetapi
kenyataannya sudah berada di ambang perceraian. Boro-boro orang
luar, terkadang pasangannya sendiri pun tidak tahu, bahwa salah satu
dari mereka; sudah merasa benar-benar jenuh dengan perkawinannya.
Untuk mengatasi kejenuhan ini mereka berselingkuh, bahkan sudah
terpikirkan untuk menempuh langkah terakhir ialah "Perceraian !"
Hanya saja belum berani mengutarakannya, karena masih adanya
hambatan-hambatan lainnya, misalnya merasa belum tega, anak-anak
yang masih kecil, takut kehilangan jaminan materi, keluarga maupun
faktor agama.

Tujuan utama dari perceraian bukannya ingin memberikan apa yang dia
butuhkan ! Melainkan apa saya butuhkan dan inginkan agar aku bisa
hidup lebih bahagia. Perceraian dilakukan bukannya untuk orang yang
kita kasihi, melainkan untuk Ego kepentingan dan kepuasan sendiri.
Dengan alasan karena ingin hidup lebih bahagia & lebih harmonis.
Tapi jawablah dengan jujur "Harmonis & bahagia untuk siapa ?"

Pertama perlu Anda ketahui "Tidak pernah ada orang yang merasa
bahagia karena perkawinannya kandas". Kenapa banyak orang ingin
mengakhiri perkawinannya ?
Mereka mengharapkan melalui pasangan baru akan bisa merobah
kehidupan perkawinannya. Menjadi lebih baik dan lebih harmonis.

Ini sebenarnya satu pandangan yang salah, sama seperti juga seorang
pemain biola, apabila nadanya sumbing, bukannya harus ganti alat
musiknya, melainkan berusaha untuk belajar main musik yang lebih
baik. Masalahnya walaupun Anda ganti partner sekalipun problem yang
sama akan terulang kembali, karena tidak terjadi perubahan di dalam
DIRI Anda sendiri !

Mang, kesalahannya bukan terletak pada diri saya, melainkan pada
pasangan saya, jadi dia yang seharusnya rubah dan belajar
menyesuaikan diri, bukannya saya. Kebahagiaan perkawinan ditentukan
bukannya oleh pasangan kita, melainkan oleh diri kita sendiri.

Apa sebenarnya yang kita inginkan dari perkawinan ini ? Apabila Anda
bersedia dan mau diperlakukan seperti sekarang ini; itu salahnya
Anda sendiri. Bagaimana orang lain bisa mengasihi dan menghargai
Anda, apabila Anda sendiri tidak bisa dan tidak mau menghargai dan
mengasihi diri sendiri. Mulailah memilih mana yang penting karir
atau keluarga. Utarakanlah perubahan apa yang Anda inginkan di dalam
perkawinan ini.

Problem perkawinan adalah cermin dari problem Anda sendiri, sehingga
dengan mana kita tidak bisa menyalahkan bahwa partner Anda adalah
penyebab utama dari semua ini. Misalnya partner Anda berselingkuh !
Pertanyaan yang harus diajukan bukannya: "Kenapa Loe berselingkuh ?"
melainkan "Dimana letak kesalahan saya sehingga mendorong dia untuk
berselingkuh ?" Sebab disitulah letak akar utama dari problem ini.

Mungkin untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, hingga saat ini
Anda selalu mengalah, karena tidak mau ribut. Keluaran kelihatan
sebagai "Istri/Suami Teladan" dengan prinsip Mr. Nice Guy, tetapi
kenyataannya Anda sudah jenuh dan capek. Kesalahan ini sebenarnya
terletak di dalam diri Anda sendiri, karena Anda ingin dan mau
diperlakukan jadi Mr Nice Guy terus-menerus.

Sudah tiba saatnya dimana Anda harus berani konfrontasi dengan
mengambil tindankan untuk mengungkapkan apa yang Anda inginkan
bukannya selalu apa yang orang lain inginkan dari Anda. Keributan
dalam rumah tangga itu wajar dan percayalah banyak rumah tangga
hancur, bukannya karena sering ribut, melainkan karena tidak adanya
keterus-terangan dan keterbukaan dari masing-masing pihak, dimana
masing-masing menggunakan topeng ! Masing-masing berusaha untuk
memerankan perannya sebaik mungkin, walaupun ini hanya sekedar
sandiwara semata-mata !

Resep paling baik untuk mengatasi krisis perkawinan adalah
komunikasi. Usahakanlah agar bisa lebih banyak saling berkomunikasi
satu dengan yang lain. Krisis perkawinan tidak bisa diatasi hanya
dengan nonton film sinetron, melainkan Anda harus memerankan sendiri
peran itu tersebut.

Dimana Anda lebih sering berbicara dengan partner Anda dan bisa
lebih sering berkomunikasi dengan pasangan Anda, maka akan lebih
mudah Anda mengatasi promblem pernikahan Anda. Formula perkawinan
itu seperti juga Formula matematik. Semakin banyak diam diantara
suami/istri semakin jauh pula jarak antara suami - istri,
kebalikannya semakin banyak komunikasi, berarti semakin dekat pula
jaraknya hubungannya.

Bagaimana apabila saya punya "Wanita/Pria Idalaman Lainnya" WIL/PIL
apakah sebaiknya saya berterus terang ? Ya, walaupun dengan keterus
terangan ini akan terjadi keributan dan kekecewaan besar, tetapi
percayalah sehabis gelap pasti terbitlah terang untuk bisa memulai
awal yang baru.

Disamping itu dengan keterusterangan ini partner Anda akan bisa
mengetahui berapa jauh sudah jarak antara Anda dengan dia. Perlu
diketahui berdasakan jajak pendapat, perselingkuhan dilakukan
bukannya, karena masalah esek-esek ataupun, karena ingin mendapatkan
WIL/PIL yang lebih muda, melainkan karena tidak adanya komunikasi
lagi antara satu dengan lain. Kehambaran perkawinan inilah yang
menyebabkan kebanyakan orang berselingkuh maupun banyaknya terjadi
perceraian.

Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail. com
Homepage: www.mangucup. org